Love Your Enemies?
Sejak kira-kira ~20 tahun yang lalu, saya mulai membaca Alkitab, termasuk Injil Perjanjian Baru. Seiring berjalannya waktu, ketertarikan saya kepada Injil mulai mengerucut, dari 4 Injil PB kemudian beralih menjadi 3 Injil Sinoptik (Matius, Markus, Lukas) kemudian mengerucut lagi menjadi Double Tradition (Matius dan Lukas) minus bagian silsilah Yesus atau genealogy of Jesus. Dengan kata lain, saya tertarik kepada apa yang disebut oleh sarjana Alkitab (scholars) dengan istilah Q Gospel (Injil Q). Ketika itu saya menduga bahwa Injil Q adalah injil yang asli, atau setidaknya injil yang paling mendekati kebenaran. Injil Q antara lain memuat Khotbah di Bukit (Sermon on the Mount) atau Sermon on the Plain (menurut versi Lukas).
Namun sekitar 6 tahun yang lalu, atau tepatnya di tahun 2015, ketertarikan saya untuk membaca Injil atau mempelajari Injil lebih lanjut mendadak sirna. Semangat saya untuk mendengarkan Injil (khususnya bagian Sermon on the Mount/Plain) yang tadinya begitu menggebu-gebu, mendadak menjadi melempem. Penyebabnya sangat sepele. Jadi ceritanya ketika itu saya sedang mau fotocopy dokumen saya (ijazah) dan saya menunggu di tempat fotocopy karena si petugas fotocopy sedang melayani konsumen lain. Selagi saya menunggu, ada orang lain yang datang untuk fotokopi juga, dan ternyata kemudian orang ini dilayani lebih dulu daripada saya yang sudah datang duluan. Nah, disitulah saya merasa diperlakukan tidak adil. Naaah ... kalau mengikuti standar "injil" (Love your enemies, berkatilah orang yang mengutuk kamu, berdoalah bagi orang yang menganiaya kamu, kepada orang yang mengambil jubahmu berilah juga bajumu, dan sejenisnya), maka semestinya saya mendoakan orang yang menyerobot antrian saya. Disinilah hati saya tidak bisa menerima ajaran "injil" (itupun kalau ternyata "love your enemies" memang ajaran Injil). Bagi saya, ajaran agama itu seharusnya adil, orang baik dapat pahala, orang jahat dapat hukuman, bukan malah sebaliknya. Menurut common sense saya, orang yang tahu aturan, menaati peraturan, mau mengantri, tidak menyerobot dll seharusnya diapresiasi, bukan malah dizhalimi. Terus terang, saya tidak rela untuk mendoakan orang-orang yang suka menyerobot antrian; kecuali kalau mendoakan orang2 yang suka menyerobot seperti ini supaya celaka, hehehe, kalau itu saya mau, hehehe.
Nah, karena persoalan sepele itulah yang membuat saya tidak begitu berminat lagi mempelajari Injil, walaupun saya masih tetap membaca2 Perjajian Lama / Tanakh. Bagi saya, walaupun di dalam agama Yahudi (Perjanjian Lama) terdapat sangat banyak perintah (613 perintah dan larangan), namun bagi saya tidak ada satupun dari 613 perintah tsb yang berat seperti kasihilah musuhmu. Bagi saya, masih lebih mungkin untuk memenuhi perintah di dalam Taurat (seperti tidak makan kelinci, kepiting, cumi-cumi) dlsb daripada mendoakan orang yang kita benci. Mungkin karena itulah kemudian saya akhirnya menemukan komunitas the Noahides atau Bnei Noach dan membaca buku-buku tentang the Noahides seperti the Path of the Righteous Gentiles, the World of Ger, dlsb. Karena kitab pegangan the Noahides ini adalah Perjanjian Lama/Tanakh (bukan Injil), maka saya tertarik untuk mendalami komunitas bnei Noach ini. Sejauh ini saya tidak mendapati ajaran the Noahides yang mengusik perasaan maupun pikiran saya sebagaimana halnya dengan ajaran kasihilah musuhmu di dalam injil. Saya menduga bahwa the Noahides inilah yang dimaksud dengan Sabi'in/Sabi'un di dalam Quran.
Namun demikian saya tetap percaya bahwa kitab Injil adalah benar terinspirasi dari Tuhan, dan menurut al Quran, Injil wajib ditegakkan oleh Ahli Kitab. Dan walaupun benar bahwa kasihilah musuhmu memang benar ada tertulis di dalam Injil Matius dan Injil Lukas, namun saya memilih untuk tidak mengikuti ajaran tsb karena tiga alasan berikut:
Pertama, Nabi Yesus sebenarnya diutus kepada bani Israel, sehingga ajaran Yesus sebenarnya dikhususkan untuk orang-orang Israel saja. Bangsa Israel adalah bangsa pilihan, maka oleh karena itu tidak heran jika mereka memiliki standar yang lebih tinggi daripada bangsa selain Israel (gentiles). Bukankah Yesus sendiri konon katanya menyatakan, if you love those who love you, what credit is that you? Even the gentiles do the same. Well, I am indeed a gentile, so I don't need to love those who hate me or those who do terrible things to me. Jadi, menurut saya perintah kasihilah musuhmu hanya mengikat bangsa Israel, bukan bangsa lainnya (gentiles)
Kedua, yang dimaksud dengan enemy atau musuh di sini sebenarnya masih orang Israel juga. Dulu kan di masa pasca Raja Salomo/Sulaiman, Israel pecah menjadi dua kerajaan yaitu Kerajaan Israel (Utara) dengan Kerajaan Yehuda (Selatan). Nah, mereka ini bermusuhan. Jadi, kemungkinan yang dimaksud musuh di sini sebenarnya masih orang-orang Israel itu juga, yaitu antara Israel (Utara) vs Yehuda (Selatan).
Kan gak mungkin sepertinya jika orang Israel harus mengasihi musuh abadi mereka seperti iblis, atau Gog dan bangsa Magog, bangsa Amalek dst yang memang sudah ditakdirkan menjadi musuh Israel.
Ketiga, kemungkinan love your enemies bukanlah ajaran Yesus, melainkan ditambahkan oleh orang-orang di masa sesudah Yesus. Saya berpendapat demikian, setidaknya karena lima atau enam alasan:
Satu, kasihilah musuhmu tidak terdapat dalam the Epistle of Barnabas dan juga tidak ada di dalam Injil Didache versi Latin (Doctrina Apostolorum of Schlect). Di dalam Epistle of Barnabas 18-19 maupun Injil Didache, terdapat semacam intisari dari ajaran Kristen, yaitu pertama kasihilah Tuhanmu dan kedua kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri, dan apapun yang kamu tidak suka jika dilakukan kepadamu maka jangan lakukan kepada orang lain (the Silver Rule). Nah, di dalam Injil Barnabas maupun Didache versi Latin (Duae Viae) tidak ditemukan ajaran kasihilah musuhmu. (Namun kasihilah musuhmu ada di dalam Didache versi Greek).
Dua, ajaran kasihilah musuhmu juga tidak tercermin di dalam surat Yakobus (Epistle of James), padahal surat Yakobus banyak mencerminkan ajaran-ajaran Yesus di dalam Injil lebih dari surat apapun di dalam Perjanjian Baru. Sepertinya Yakobus atau James the Just sendiri pun juga tidak mengetahui adanya ajaran untuk mengasihi musuhmu.
Tiga, ajaran kasihilah musuhmu juga tidak terdapat di dalam Injil Thomas yang digadang-gadang sebagian scholars sebagai Injil Kelima.
Empat, ajaran kasihilah musuhmu bertentangan dengan bagian lain di dalam Alkitab seperti Deuteronomy 7:2 (haruslah kamu menumpas mereka ... dan janganlah engkau mengasihani mereka), Psalm 109:9-12 (biarlah anak-anaknya menjadi yatim dan istrinya menjadi janda, biarlah anak-anaknya mengembara tidak karuan dan mengemis ... janganlah ada orang yang menunjukkan kasih sayang kepadanya dan kepada anak-anaknya yang menjadi yatim) dan Psalm 137 (Berbahagialah orang yang menangkap anak-anakmu dan memecahkannya pada bukit batu), Mazmur 69:29 dan lain sebagainya. Bahkan Yesus sendiri beberapa kali mengecam orang-orang Farisi dan Saduki. Di bagian lain, Yesus menyatakan untuk tidak memberikan mutiara kepada anjing dan babi. Jika berkat diumpamakan sebagai mutiara, maka sebenarnya ada orang-orang tertentu yang tidak layak untuk diberikan berkat.
Terhadap orang-orang yang gak mau ikut aturan dan suka menyerobot antrian, saya pribadi cenderung kepada Mazmur 109 ketimbang kasihilah musuhmu atau malah mempersilakan si penyerobot untuk menyerobot antrian kita lagi pada kesempatan lain.
Lima, di dalam Al Quran dinyatakan bahwa syetan adalah musuh orang-orang beriman, dan orang-orang beriman harus memperlakukan setan sebagai musuh. Masak iya, orang beriman harus mengasihi setan. Tidak mungkin lah yauw.
Enam, sesungguhnya Allah menyuruh untuk berbuat adil dan ihsan (berbuat baik), yang artinya bahwa berbuat adil harus lebih dulu diutamakan daripada berbuat baik. Jika musuh kita adalah orang-orang yang berbuat zhalim dan kita justru berbuat baik kepada orang zhalim, maka ini sesungguhnya menyalahi skala prioritas kita sendiri.
Karena alasan-alasan itulah saya menduga bahwa kasihilah musuhmu bukanlah ajaran asli Yesus karena ia tidak bisa dikompromikan dengan bagian-bagian lain di dalam Alkitab maupun Al Quran.
Oleh karena itu, jika tadinya saya menganggap Injil Q sebagai Injil yang asli, maka kini saya menjadi gundah. Sekarang saya menduga, boleh jadi Injil Q pun sudah tidak otentik lagi. Namun, jika Injil Q itu sudah tidak asli lagi, lalu Injil yang asli itu seperti apa? (Bersambung ke jilid 2)
Komentar
Posting Komentar