Premis yang saya gunakan adalah dari definisi warisan itu sendiri. Berdasarkan Tafsir ibnu Jarir Ath Thabari, arti warisan adalah berpindahnya satu pemahaman dari satu kaum ke kaum yang lain (Tabari jilid 21 hal 550 cetakan pustaka azzam).
Jika ibnu Jarir benar, bahwa definisi warisan dalam QS 35:32 tsb adalah berpindahnya pemahaman dari suatu kaun kepada kaum yang lain, maka Kitab Tanakh versi Masoretic Text atau Kitab Perjanjian Lama versi Alkitab Protestan tidak memenuhi kriteria tersebut. Karena sejatinya Kitab Perjanjian Lama versi Alkitab Protestan hanya sekedar terjemahan dari Kitab Tanakh versi Masoretic Text-nya orang Yahudi. Tidak ada proses berpindahnya pemahaman dari kaum Yahudi kepada orang Kristen (Protestan) karena pada dasarnya kitab yang mereka percayai sebenarnya sama saja (hanya beda urutan kitab), tanpa ada banyak perbedaan isi/ayat Alkitab.
Menurut pendapat saya, sejauh yang saya ketahui, hanya terdapat tiga kitab saja yang nampaknya memenuhi kriteria sebagai kitab yang diwariskan, yakni kitab Septuagint yang asli (LXX), kitab Jubilee atau the book of Jubilees, dan juga kitab Injil.
1. Septuagint. Septuagint yang asli hanya terdiri dari lima kitab saja, yakni Genesis, Exodus, Leviticus, Numbers, dan Deuteronomy (Pentateuch). Septuagint konon katanya merupakan hasil terjemahan dari 70 orang ahli Yahudi yang menerjemahkan Taurat ke dalam bahasa Yunani menjadi Pentateuch. Terdapat sejumlah perbedaan antara Septuagint dengan Kitab Taurat versi Masoretic Text, khususnya mengenai usia Adam dan masa hidup Adam beserta keturunannya ketika mereka memiliki anak. Sebagai ilustrasi, menurut Masoretic Text, nabi Adam hidup sekitar 4000 SM, sedangkan menurut Septuagint, nabi Adam hidup sekitar 5500 SM. Jika seandainya versi Septuagint adalah versi yang benar, maka sudah tepat kiranya Septuagint memenuhi kriteria sebagai kitab yang diwariskan, karena isi Septuagint dalam hal tertentu memang dapat dikatakan sangat berbeda dengan Taurat versi Masoretic Text.
2. Kitab Jubilee. The book of Jubilees memenuhi kriteria sebagai "kitab yang diwariskan" sebab naskah kitab Jubilee yang ada saat ini hanya tersedia dalam bahasa non-Ibrani, yaitu bahasa Ethiopia, Latin, dan Yunani. Sementara versi bahasa Ibrani tidak tersedia dalam versi lengkapnya (Beberapa fragmen dari Kitab Jubilee termasuk naskah yang ditemukan pada sejumlah gua di Qumran/Dead Sea Scrolls). Dengan demikian dalam kasus kitab Jubilee memang benar-benar terdapat pemindahan pemahaman atau pemindahan kitab dari semula ditujukan dan dituliskan untuk orang Yahudi dan ditulis dalam bahasa Ibrani menjadi dimiliki oleh orang non-Yahudi dan ditulis dalam bahasa selain Ibrani (Ethiopia, Latin, Yunani).
3. Kitab Injil. Kitab Injil yang asli dituliskan dalam bahasa Ibrani oleh Mathius, salah seorang murid Yesus. Namun, injil Mathius asli yang berbahasa Ibrani tersebut (matthaei authenticum) sudah lama lenyap dari peredaran. Sedangkan naskah Injil Matius yang beredar sekarang ini hanyalah naskah injil yang ditulis dalam bahasa Yunani (Koine Greek), dan kemungkinan bukan ditulis oleh Matius murid Yesus, melainkan hasil editan oleh seseorang lain yang menggunakan nama Matius. Selain itu, Injil Matius yang beredar sekarang ini mengandung sejumlah kesalahan, sehingga saya pribadi agak meragukan jika Injil Matius ini dikatakan sebagai injil yang terinspirasi (inspired) dari Tuhan.
Jika Injil Matius dalam Perjanjian Baru tidak dapat dikatakan sebagai "kitab yang diwariskan" karena injil tersebut mengandung sejumlah kesalahan, lalu adakah injil lain yang layak digadang-gadang sebagai kitab yang diwariskan? Saya katakan, jawabannya ada, yaitu antara Injil Q dan/atau Injil Marcion.
Injil Q adalah injil rekaan para scholars yang menurut para scholars merupakan injil yang dijadikan sebagai sumber (redenquelle) oleh penulis Injil Matius dan penulis Injil Lukas dalam menuliskan injil mereka. Namun sayangnya, sampai dengan saat ini keberadaan Injil Q hanyalah sebatas hipotesis dari para scholars saja, karena keberadaan injil Q atau yang serupa dengan injil Q nampaknya tidak pernah disebut-sebut oleh bapa-bapa gereja terdahulu. Sehingga, agak riskan rasanya kalau saya menjagokan Injil Q ini sebagai kitab diwariskan, karena keberadaannya hanya sebatas teori atau hypothesis saja.
Sedangkan Injil Marcion adalah sebuah injil yang benar-benar pernah beredar pada masanya, setidaknya pada abad kedua masehi, sehingga injil Marcion ini bukan hanya sekedar hipotesis. Isi atau contents dari Injil Marcion kurang lebih hampir sama dengan Injil Lukas minus Pasal 1 sampai dengan Pasal 4. Dengan kata lain, Injil Marcion merupakan versi yang lebih sederhana atau lebih ringkas dibandingkan Injil Lukas. Namun, walaupun Injil Marcion lebih ringkas daripada Injil Lukas, justru menurut saya Injil Marcion justru lebih reliable dibandingkan Injil Lukas. Hal ini disebabkan karena perikop-perikop dan ayat yang "dibuang" dari Injil Lukas oleh Marcion, merupakan perikop dan/atau ayat yang memang diragukan kebenarannya dan/atau kontradiksi dengan Al Quran. Perikop yang dibuang antara lain kisah kelahiran Yesus termasuk adanya sensus dan pelibatan Yusuf si tukang kayu dalam kelahiran Yesus, sementara di dalam Quran proses kelahiran Yesus hanya melibatkan Maryam tanpa menyebut orang lain seperti Yusuf yang di dalam Injil PB disebutkan sebagai tunangan Maria. Kemudian selain itu di dalam Injil Lukas disebutkan semacam nubuat yang diucapkan oleh Maria mengenai Yesus bahwa Tuhan akan mengaruniakan tahta Daud, bapa leluhurnya, dan ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub (Lukas 1:32-33). Padahal, menurut pemahaman saya, Al Quran menginformasikan kepada kita bahwa Maryam bukanlah keturunan Daud (dari suku Yehuda), melainkan keturunan Harun (dari suku Lewi). Yesus itu seorang imam, bukan seorang raja. Sehingga nubuat Maria dalam injil Lukas Pasal 2 tersebut bertentangan dengan Quran khususnya surah Maryam. Dengan demikian, pembuangan beberapa bagian awal Injil Lukas tersebut justru membuat Injil Marcion menjadi dapat lebih dipercaya ketimbang Injil Lukas. Bukan tidak mungkin bahwa Injil Marcion sebenarnya adalah Injil Q yang digadang-gadang oleh para scholars, sebab dalam banyak hal teks Injil Marcion sepertinya lebih primitif (atau lebih autentik) ketimbang Injil Lukas, apalagi kalau dibandingkan Injil Matius.
Ketiga kitab tersebut di atas, yakni Septuagint, Jubilee, dan Injil, memenuhi kriteria "pemindahan pemahaman dari suatu kaum kepada kaum lainnya", karena pada ketiganya terdapat proses sbb:
1. Kitab yang asli ditulis dalam bahasa Ibrani,
2. Kitab tsb diterjemahkan kepada bahasa lain, entah itu bahasa Aramaic, Yunani, Latin, Ethiopia, Coptic Mesir, atau bahasa lainnya
3. Kitab asli yang berbahasa Ibrani kemudian hilang dari peredaran, sementara yang masih tersisa adalah kitab terjemahan tersebut yang berbahasa non-Ibrani
Dari ketiga kitab tsb di atas, manakah kandidat yang paling tepat dinominasikan sebagai kitab yang diwariskan [dari suatu kaum yaitu Yahudi ke kaum yang lain, yakni Kristen dan/atau Muslim]?
Menurut pendapat saya, masih terdapat ganjalan untuk kitab Septuagint dan kitab Jubilee untuk dinobatkan sebagai "kitab yang diwariskan". Hal ini disebabkan karena walaupun memang benar terdapat pemindahan kepemilikan kitab Septuagint dan Jubilee dari orang-orang Yahudi kepada bangsa lain (gentiles) khususnya Yunani, namun faktanya tidak pernah ada dalam catatan sejarah bahwa bangsa lain khususnya Yunani melaksanakan apa yang ada di dalam kitab Septuagint dan Jubilee. Yang saya maksud adalah sunat atau circumcision bagi laki-laki. Dalam kitab Genesis dan juga Jubilee terdapat ketentuan bahwa seluruh keturunan Abraham beserta para pengikutnya wajib untuk disunat. Namun ternyata ketentuan ini tidak dipegang teguh oleh bangsa lain yang "mewarisi" kitab Genesis dan Jubilee.
Dengan demikian, kandidat yang tersisa tinggal satu saja, yakni Injil. Kitab Injil memang dapat dikatakan sebagai the way of life bagi sebagian orang-orang Kristen. Sebagian orang-orang yang saya tahu memiliki empati yang tinggi dan rasa kasih terhadap sesama manusia yang tinggi adalah orang-orang Kristen. Hal ini dapat terjadi karena sebagian mereka memang konsekuen dalam menegakkan ajaran injil.
Wabil khusus, kitab injil yang saya maksud kemungkinan adalah Injil Marcion, yang dulu memang pernah ada, namun sekarang yang tersisa tinggal jejak-jejaknya saja. Dan hal ini mengingatkan saya kepada Surah Al Ahqaf ayat 4: "Bawalah kepada-Ku Kitab yang sebelum (Al Qur'an) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kamu adalah orang-orang yang benar" (QS 46:4)
Jika kitab menginterpretasikan "kitab yang sebelum ini" dalam ayat Al Ahqaf di atas sebagai "injil", maka "peninggalan (atau warisan) dari pengetahuan (ilmu) dari orang-orang terdahulu sangat cocok diinterpretasikan sebagai Injil Marcion. Injil Marcion memang bukanlah injil yang asli, namun kita masih bisa menelusuri jejak-jejak peninggalan pengetahuan atau ilmu dari injil yang asli pada Injil Marcion.
Wa Allahu a'lam
Komentar
Posting Komentar