Langsung ke konten utama

Pascal's Wager atau Pertaruhan Pascal

Pada abad ke-17 Masehi, Blaise Pascal merumuskan teorinya yang kelak di kemudian hari dikenal dengan nama Pascal's Wager atau Taruhan Pascal. Intinya kurang lebih semua orang harus bertaruh, apakah Tuhan itu ada atau Tuhan itu tidak ada (atheist). Menurut Pascal, akan jauh lebih aman bagi manusia jika kita bertaruh bahwa Tuhan itu ada. Karena kalau kita bertaruh bahwa Tuhan itu ada dan ternyata Tuhan itu benar-benar ada, maka kita akan selamat. Sebaliknya bagi orang yang bertaruh bahwa Tuhan itu tidak ada namun ternyata Tuhan itu ada, maka celakalah si petaruh ini.

Demikian juga jika skenarionya dibalik. Misalkan kita bertaruh bahwa Tuhan itu ada namun ternyata Tuhan itu tidak ada, maka kita tidak rugi-rugi amat. Paling-paling kerugian kita hanyalah bahwa kita kehilangan kesempatan untuk hidup bermewah-mewah di dunia ini atau hedonisme. Begitu juga bagi orang yang bertaruh bahwa Tuhan itu tidak ada dan ternyata Tuhan itu memang tidak ada, maka tidak ada keuntungan berarti bagi para petaruh ini. Sehingga kemudian Blaise Pascal menyimpulkan bahwa bertaruh bahwa Tuhan itu ada jauh lebih aman dan lebih baik dibandingkan jika kita bertaruh bahwa Tuhan itu tidak ada.

Namun, ada satu hal yang dikritik dari Pascal's Wager ini oleh para atheists di zaman ini. Yaitu bahwa Pascal mengidentikkan bahwa Tuhan itu ada adalah sama dengan Tuhan dalam konsep agama Kristen. Padahal, menurut para atheists ini, bisa saja Tuhan itu memang ada namun Tuhan tersebut bukanlah Tuhan seperti dalam konsep agama Kristen. Di dunia ini ada ribuan agama, dan masing-masing agama mengklaim sebagai agama yang benar (apa iya?). Sehingga, menurut para atheists ini kemungkinan bagi kita untuk memilih agama yang benar itu sangat kecil, di bawah 0,1% (is it?). Menurut atheists tersebut, bisa saja yang benar itu bukan Tuhan ala Kristen melainkan Tuhannya agama Yunani (Zeus). Atau Hindu (Trimurti?). Atau Budha. Dan seterusnya. Karena kecilnya kemungkinan bagi manusia untuk memilih agama yang benar menurut para atheist ini, maka tidak ada bedanya kesempatan keselamatan antara seorang atheist dengan seseorang yang memilih agama yang salah. 

Saya pribadi tidak sependapat dengan pemikiran para atheist ini. Memang benar bahwa agama itu ada banyak. Tapi kita bisa mengerucutkan kemungkinan agama mana yang benar menjadi beberapa opsi saja, tidak sampai ribuan, dan bahkan tidak sampai ratusan atau puluhan jumlahnya.

Pertanyaan pertama yang harus kita ajukan jika kita memegang premis bahwa Tuhan itu ada, dan Tuhanlah yang menciptakan manusia adalah, apakah Tuhan, setelah menciptkan manusia, bersikap tidak perduli atau cuek atau masa bodoh kepada ciptaan-Nya tersebut atau tidak? Kalau kita berpendapat bahwa Tuhan bersikap masa bodoh atau tidak perduli kepada ciptaan-Nya, misalnya Tuhan tidak perduli apakah manusia akan bersikap baik kepada sesamanya atau tidak, maka ini sama seperti kita berasumsi bahwa Tuhan itu tidak ada. Dengan kata lain, walaupun Tuhan itu ada, namun Dia tidak perduli dengan nasib umat manusia, dan Dia tidak perduli apakah manusia akan berbuat baik ataukah manusia akan membuat kerusakan di muka bumi. Artinya tidak ada ganjaran untuk perbuatan manusia, baik perbuatan baik ataupun buruk. Alias keadaan ini sama seperti Tuhan itu tidak ada. Dengan demikian, agama apapun yang kita anut, atau bagaimana perbuatan kita di muka bumi ini, ini tidak akan mempengaruhi nasib kita di akhirat, karena tidak ada surga dan tidak ada neraka. 

Namun, keadaan akan jauh berbeda jika kita menjawab bahwa Tuhan itu ada, dan Tuhan perduli kepada manusia. Tuhan yang perduli kepada manusia semestinya sudah memberikan rambu-rambu kepada manusia mengenai apa yang boleh dan apa yang terlarang dilakukan oleh manusia. Semestinya Tuhan sudah memiliki peraturan yang isinya antara lain the do's and the donts ini. Dan kalau memang Tuhan sudah memiliki aturan ini semestinya Tuhan sudah pernah memberitahukan peraturannya tersebut kepada manusia, entah itu secara langsung, atau tidak langsung melalui perantaraan malaikat atau manusia lain, one way or another. Dan jika Tuhan memang sudah pernah menurunkan aturan ini, semestinya Tuhan akan membuat skenario di mana aturan-Nya tersebut bersifat universal dan diketahui oleh sebagian besar umat manusia, bukan hanya diketahui oleh sekelompok orang saja. Dari sini, kita langsung bisa mengerucutkan agama yang ada ribuan jumlahnya tersebut dengan Kitab Sucinya yang jumlahnya banyak, menjadi beberapa kemungkinan saja, karena fakta menunjukkan bahwa tidak banyak Kitab Suci yang diketahui oleh sebagian besar umat manusia. Kitab Suci yang diketahui oleh sebagian besar umat manusia itu setahu saya tidak lebih dari 5 jumlahnya, yaitu The Bible (Kristen dan Yahudi), Al Quran (Islam), Veda dan/atau Upanishad (Hindu), dan Tripitaka (Budha). Masih ada beberapa kitab suci lain namun sengaja tidak saya sebut karena kitab-kitab tersebut hanya diketahui oleh kelompok minoritas saja, sehingga tidak memenuhi syarat untuk dapat disebut sebagai Kitab Suci yang universal.

Nah, dari 4 pilihan yang sudah mengerucut tadi, tentunya lebih mudah bagi kita untuk memilih atau menemukan agama mana yang paling masuk akal, dan juga Kitab Suci mana yang harus kita jadikan pegangan. Sehingga, dari kemungkinan satu berbanding seribu sebagaimana anggapan kaum atheists tadi kini menurun drastis menjadi satu berbanding tiga atau empat. Selanjutnya kita bertaruh dengan mengemukakan asumsi-asumsi yang masuk akal (reasonable guess) sehingga asumsi kita aman (safe assumption) dan kemungkinan benarnya dari tebakan kita menjadi lebih besar. 

Pertama-tama kita akan bertanya apakah kitab-kitab ini (Alkitab, Al Quran, Weda dan Tripitaka) bisa dikompromikan atau tidak? Karena kalau kitab-kitab ini bisa kita kompromikan, maka kita tidak perlu memilih salah satu atau salah dua dari empat kitab tersebut. Bisa saja kita menganggap bahwa semua kitab suci tersebut adalah benar dari Tuhan dan kita tinggal membacanya saja, mempercayainya, dan melaksanakannya. Namun, kalau kitab-kitab tersebut tidak bisa dikompromikan, barulah kemudian kita memilih dari empat kitab tersebut, mana yang paling masuk akal. Misalnya, menurut agama yang satu daging babi dan darah adalah haram untuk dimakan sedangkan daging sapi adalah halal, tidak bisa dikompromikan dengan agama yang melarang untuk memakan daging sapi tapi membolehkan makan darah dan daging babi; maka disinilah kita harus memilih manakah diantara kedua aturan yang bertentangan tersebut yang akan kita pilih. Pun demikian, kita tetap dapat menerapkan aturan dan larangan yang disepakati oleh semua agama seperti tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzina, dan tidak berkata bohong.

Saya sudah membaca Al Quran from cover to cover, dan saya sudah membaca Alkitab (walaupun tidak semua ayatnya). Dan saya berani menyimpulkan bahwa sangat mungkin bagi seseorang untuk beriman kepada Quran dan kepada Alkitab sekaligus. Maksud saya, kita tidak perlu memilih antara beriman kepada Al Quran saja atau beriman kepada Alkitab saja, karena ajaran utama dari kedua kitab ini masih bisa dikompromikan.  (Saya tidak berbicara mengenai detail-detail yang bukan merupakan ajaran pokok). Dengan demikian, sekarang kemungkinan benarnya menjadi dua berbanding empat.

Karena saya tidak pernah membaca Kitab Weda dan Tripitaka, maka saya tidak tahu apakah Al Quran dan Alkitab bisa dikompromikan dengan Weda dan Tripitaka atau tidak. Namun, berdasarkan apa yang pernah saya baca, konsep Tuhan dalam Kitab Weda dan juga dalam Tripitaka sangat berbeda dengan konsep Tuhan pada agama Abraham. Dengan demikian, pilihan yang paling masuk akal bagi saya adalah beriman kepada Al Quran dan Alkitab secara sekaligus, karena hanya kedua kitab suci inilah yang paling dikenal oleh sebagian besar umat manusia sehingga kemungkinan benarnya pun juga lebih besar. Wa Allahu a'lam.

Selain itu, kita juga melihat dari sisi risikonya jika ternyata kita salah pilih. Agama Budha dan agama-agama Timur seperti Taoisme misalnya, setahu saya mereka tidak mengenal konsep surga dan neraka sebagaimana halnya konsep surga dan neraka dalam agama Kristen atau Islam. Yang mereka kenal adalah konsep reinkarnasi. Artinya, jika perbuatan Anda tidak baik selama Anda hidup di dunia ini, maka ketika Anda bereinkarnasi lagi kembali ke dunia, maka pada kehidupan berikutnya mungkin Anda akan menjadi orang susah. Atau Anda menjadi seekor binatang, misalnya. Hukuman reinkarnasi seperti itu bukanlah hukuman yang meyeramkan, atau setidaknya jauh lebih ringan dibandingkan konsep neraka dalam agama Kristen dan Islam yang akan membakar para pendosa selama berabad-abad, bahkan untuk selamanya, jika Tuhan menghendakinya. Demikian juga agama Hindu, setahu saya tidak mengenal konsep surga dan neraka yang abadi sebagaimana agama Islam dan Kristen, tapi mereka mengenal hukum karma dan reinkarnasi. [Sumber lain mengatakan bahwa agama Hindu mengenal konsep neraka yang temporer, namun setelah seorang pendosa masuk neraka yang temporer ini, maka dia akan dilahirkan lagi ke bumi dalam sosok yang baru (reinkarnasi)]. 

Dari segi risikonya akan lebih aman jika kita memilih Islam atau Kristen ketimbang Hindu atau Budha, karena kalau pun ternyata kita salah pilih, maka konsekuensinya tidak terlalu menyeramkan. Bandingkan jika Anda memilih Hindu atau Budha, misalnya, namun ternyata yang benar adalah agama Islam atau Kristen. Maka kemungkinannya Anda akan masuk neraka untuk selamanya, Na'udzubillahi min dzalik.

Dengan demikian, pilihan yang lebih aman adalah memilih agama Kristen atau Islam ... atau dua-duanya sekaligus. Sebagaimana saya tuliskan di awal, kita sebenarnya bisa mengkompromikan Alkitab dengan Al Quran. Dan kita pun bisa beriman kepada Yesus sekaligus beriman kepada Nabi Muhammad. No problem. So, pilihan terbaik dan paling aman adalah beriman kepada Alkitab dan Al Quran sekaligus,  sekaligus mencari persamaan antara keduanya dan mengimplementasikannya, serta mengkompromikan perbedaan di antara keduanya. Kita bisa saja menjadi seorang muslim yang taat sekaligus menjadi seorang pengikut Yesus yang baik, saya tidak melihat ada masalah dalam hal ini. Bukankah dalam hadits kita memang diperintahkan untuk beriman kepada Nabi Isa, dan bahkan Nabi Isa akan datang lagi ke bumi ini untuk "menjadi imam" bagi kaum muslimin?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gospel for the Gentiles

Dalam posting sebelumnya saya menyimpulkan bahwa Kitab Injil atau the Gospel sedianya ditujukan hanya untuk bangsa Yahudi saja. Bahkan, Injil yang asli kemungkinan ditulis dalam bahasa Ibrani, atau kalau menurut istilah Jerome disebut sebagai matthaei authenticum . Namun, karena sebagian besar bangsa Yahudi pada era Nabi Yesus menolak Yesus, maka kemudian kitab injil dialihkan kepada bangsa lain (bangsa gentiles ), dan kemudian Injil ditulis dalam bahasa gentiles , yakni bahasa Koine Greek. Lalu, karena Kitab Injil sudah diwariskan kepada bangsa gentiles, apakah berarti seluruh isi dari Kitab Injil itu harus juga dilaksanakan oleh pengikut Injil non-Yahudi alias pengikut Injil yang berasal dari bangsa gentiles ? Menurut saya tidak. Sebagian isi dari Kitab Injil tidak applicable bagi bangsa gentiles , contohnya seperti "You are the light of the World", tidak tepat kalau kata-kata ini ditujukan kepada bangsa gentiles. Atau contoh lainnya, "Jika kamu hanya memberi salam

Mengantisipasi Perubahan Zaman

Saya percaya bahwa suatu saat nanti Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias akan muncul ke bumi. Bahkan, saya pribadi percaya,  imho , bahwa Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias akan datang pada abad ini, yakni abad ke-21 Masehi (sebelum tahun 2099 M) dan abad ke-15 Hijriah (sebelum tahun 1499 H). (Btw, tulisan ini saya buat pada tanggal 29 Juni 2023 atau 10/11 Zulhijjah 1444 H). Dalilnya antara lain dari buku  Umur Umat Islam  yang pernah beredar sekitar 20 tahun yang lalu, yang kurang lebih memperkirakan bahwa umur umat Islam itu hanya satu setengah hari saja atau sekitar 1500 tahun. Wa Allahu a'lam. Namun, di sisi lain saya juga percaya bahwa sebelum Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias datang, maka zaman akan berubah. Artinya, zaman ketika sang Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias datang, yang menurut perkiraan saya tidak akan lebih dari 50 tahun lagi dari sekarang, keadaannya akan sangat berbeda dengan zaman saat ini (2023). Saya menduga bahwa ketika Imam Mahdi dan/atau sang Mesias datang maka pada