Langsung ke konten utama

Menelusuri Jejak Injil yang Asli

Beberapa tahun yang lalu, dalam salah satu thread Sosial-Budaya di forum.detik.com, seorang member Nasrani mempertanyakan mengapa umat Islam yang kerap menuduh bahwa Injil [Perjanjian Baru] yang sekarang ini beredar sudah tidak asli lagi. Kalau memang demikian, lalu dimanakah Injil yang asli tersebut? Kira-kira begitu pertanyaannya.


Apakah benar bahwa umat Islam hanya asal menuduh bahwa Injil Perjanjian Baru yang saat ini beredar sudah tidak asli lagi? Bagaimana dengan pendapat para scholars?


Satu hal yang pasti, para ahli sepakat bahwa ketika Yesus hidup sekitar 2000 tahun yang lalu, bahasa sehari-hari yang digunakan oleh Yesus adalah bahasa Semit, entah itu bahasa Ibrani (Hebrew) atau bahasa Aram (Aramaic). Memang benar bahwa sebagian besar scholars berpendapat bahwa bahasa yang digunakan oleh Yesus adalah bahasa Aram; namun sebagian kecil scholars yang lain -dengan bukti-bukti yang cukup meyakinkan- meyakini bahwa Yesus berbicara dalam bahasa Ibrani (Hebrew). Apalagi ditambah kesaksian dari Papias, seorang Bapa Gereja yang hidup di abad kedua Masehi, yang mengatakan bahwa Matius (penulis Injil) pada mulanya menuliskan logia (~Injil) dalam bahasa Ibrani.


Dari segi bahasa saja sudah dapat diduga keras bahwa Injil yang saat ini beredar memang sudah tidak murni lagi, karena naskah Injil yang paling tua yang bisa ditemukan adalah berbahasa Yunani atau bahasa[Koine] Greek. Bagaimana mungkin Yesus yang sehari-hari berbahasa Semit, namun Injilnya ditulis dalam bahasa Yunani? Tidak perlu menjadi seorang jenius untuk bisa menyimpulkan bahwa naskah Injil berbahasa Yunani tersebut bukanlah “kitab suci” yang asli melainkan hanyalah saduran atau terjemahan dari naskah Injil yang asli.


Sebagaimana telah diketahui, Injil berasal dari bahasa Yunani euaggelion yang berarti kabar baik; seperti di dalam ayat “... dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik” (Matius 11:5, Lukas 7:22) atau ayat “... Ia telah mengurapi aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin ...” (Lukas 4:18). Kalau kita menyelidiki Injil Perjanjian Baru, penyampaian kabar baik kepada orang-orang miskin tersebut hanya ada di dalam dua kesempatan, yaitu sebagai kalimat pembuka (opening line) dari kotbah yang terkenal, yaitu Kotbah di Bukit (versi Injil Matius) dan atau Kotbah di tempat datar (versi Injil Lukas). [Beberapa scholars beranggapan bahwa sebenarnya kotbah Yesus tersebut hanya ada satu, namun kemudianMatius dan Lukas masing-masing menuliskannya dengan cara atau versi yang berbeda.]


Selain persamaan (sekaligus perbedaan) antara Kotbah di Bukit dan Kotbah di tempat datar, masih banyak pula persamaan lainnya antara Injil Matius dan Injil Lukas, di mana persamaan tersebut tidak ditemukan dalam Injil Markus maupun Injil Yohanes. Persamaan khas antara Injil Matius dan Injil Lukas tersebut kerap disebut dengan double tradition. Karena begitu mencoloknya persamaan antara Injil Matius dan Injil Lukas pada beberapa bagian, maka sebagian scholars beranggapan bahwa sebenarnya penulis Injil Matius dan Injil Lukas menulis injil mereka masing-masing berdasarkan naskah lain yang kemudian disebut dengan Gospel Q (Quelle). Namun, keberadaan Injil Q ini masih tetap merupakan misteri, karena naskah injil Q ini tidak atau belum pernah ditemukan. Demikian juga kesaksian dari bapa-bapa Gereja terdahulu tidak ada yang menyebutkan adanya Injil Q. Satu-satunya kemungkinan yang paling masuk akal adalah bahwa Injil Q tesebut sebenarnya adalah terjemahan dari Matthei authenticum alias Hebrew Gospel, yaitu Injil berbahasa Ibrani yang ditulis oleh Matius (yang asli), salah seorang murid Yesus. Perlu digarisbawahi, bahwa Injil Ibrani tersebut tidak identik dengan Injil Matius yang ada di dalam Perjanjian Baru; karena dapat dibuktikan bahwa Injil Matius Perjanjian Baru masih mengandung kesalahan, padahal Firman Tuhan tidak mungkin salah.


Karena sampai saat ini kita masih belum menemukan naskah asli dari Matthaei authenticum atau naskah asli dari Injil Ibrani, kita tidak dapat mengetahui pasti isi dari Injil yang asli. Namun, kita dapat menduga-duga isi dari Injil yang asli dengan cara membandingkan antara Injil Matius dan Injil Lukas. Dan beberapa scholars pun telah me-rekonstruksi Injil Q dengan cara membandingkan Injil Matius dan Injil Lukas. Sebagian besar scholars menyatakan bahwa Injil Lukas lebih otentik daripada Injil Matius, karena bagian yang merupakan double tradition dalam Injil Lukas lebih pendek dibandingkan Injil Matius. Logikanya, seorang penulis lebih mungkin menambah-nambahi tulisan (agar nampak lebih indah dan enak dibaca) daripada mengurangi tulisan yang sudah lengkap dan sempurna. Dan memang nampaknya demikian, bahwa Injil Lukas sepertinya lebih otentik ketimbang Injil Matius karena beberapa alasan.
Pertama, kalau kita membandingkan opening line dari Kotbah Yesus versi Matius dengan versi Lukas: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah (Blessed are the poor in spirit)” dengan versi Lukas: “Berbahagialah hai kamu yang miskin”; nampaknya versi Lukas lebih masuk akal, sedangkan versi Matius agak tidak masuk akal. Maksud saya, phrase “poor in spirit” ? Apakah tidak salah? Bukankah ungkapan seharusnya “miskin harta tetapi kaya jiwa”?
Kedua, dalam opening line versi Matius tsb, Yesus menggunakan kata ganti orang ketiga “karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” sedangkan pada versi Lukas menggunakan kata ganti orang kedua, “karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah.”
Berhubung sebagian besar murid dan atau para pengikut dan pendengar Yesus adalah orang-orang miskin, maka lebih masuk akal jika Yesus menggunakan kata ganti orang kedua ketika Yesus menyampaikan Kotbah beliau. Dan hal ini juga diperkuat oleh naskah Injil “netral” yang lain yaitu Injil Thomas, di mana di dalam Injil Thomas tersebut, kata ganti yang digunakan adalah kata ganti orang kedua “Blessed are the poor, for yours is the Kingdom of Heaven”.


Kemudian, sebagaimana telah penulis singgung sebelumnya, Injil Matius mengandung kesalahan. Kesalahan yang penulis maksud tersebut misalnya pada Matius 23:35: “... sampai kepada Zakharia anak Berekhya yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah.” Referensi silang ayat ini adalah 2Taw 24:20-21, dimana pada ayat yang tersebut, orang yang dimaksud sebenarnya adalah Zakharia anak imam Yoyada. Sementara di dalam injil Lukas, ayat tersebut berbunyi “... sampai kepada darah Zakharia yang telah dibunuh di antara mezbah dan Rumah Allah” (Lukas 11:51). Dengan demikian penulis Injil Matius PB telah menambahi “anak Berekhya” yang justru membuat injil tersebut malah menjadi salah dan tidak murni lagi.

Sebenarnya masih ada beberapa poin lagi yang menurut penulis menunjukkan bahwa versi Lukas nampaknya lebih otentik ketimbang versi Lukas, namun kalau penulis mambahas semua hal tsb satu per satu, penulis khawatir jika tulisan ini akan terlalu panjang.

Akhir kata, penulis ingin menggarisbawahi bahwa kita (umat Islam) tidak hanya asal ngomong jika kita mengatakan bahwa Injil Perjanjian Baru sudah tidak 100% murni lagi. Namun, kita masih bisa menduga apa sebenarnya isi dari Injil yang asli berdasarkan rekonstruksi dari Gospel Q (Quelle), yang menurut banyak scholars digunakan oleh penulis Injil Matius PB dan Injil Lukas sebagai salah satu sumber dalam penulisan Injil mereka masing-masing.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gospel for the Gentiles

Dalam posting sebelumnya saya menyimpulkan bahwa Kitab Injil atau the Gospel sedianya ditujukan hanya untuk bangsa Yahudi saja. Bahkan, Injil yang asli kemungkinan ditulis dalam bahasa Ibrani, atau kalau menurut istilah Jerome disebut sebagai matthaei authenticum . Namun, karena sebagian besar bangsa Yahudi pada era Nabi Yesus menolak Yesus, maka kemudian kitab injil dialihkan kepada bangsa lain (bangsa gentiles ), dan kemudian Injil ditulis dalam bahasa gentiles , yakni bahasa Koine Greek. Lalu, karena Kitab Injil sudah diwariskan kepada bangsa gentiles, apakah berarti seluruh isi dari Kitab Injil itu harus juga dilaksanakan oleh pengikut Injil non-Yahudi alias pengikut Injil yang berasal dari bangsa gentiles ? Menurut saya tidak. Sebagian isi dari Kitab Injil tidak applicable bagi bangsa gentiles , contohnya seperti "You are the light of the World", tidak tepat kalau kata-kata ini ditujukan kepada bangsa gentiles. Atau contoh lainnya, "Jika kamu hanya memberi salam

Mengantisipasi Perubahan Zaman

Saya percaya bahwa suatu saat nanti Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias akan muncul ke bumi. Bahkan, saya pribadi percaya,  imho , bahwa Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias akan datang pada abad ini, yakni abad ke-21 Masehi (sebelum tahun 2099 M) dan abad ke-15 Hijriah (sebelum tahun 1499 H). (Btw, tulisan ini saya buat pada tanggal 29 Juni 2023 atau 10/11 Zulhijjah 1444 H). Dalilnya antara lain dari buku  Umur Umat Islam  yang pernah beredar sekitar 20 tahun yang lalu, yang kurang lebih memperkirakan bahwa umur umat Islam itu hanya satu setengah hari saja atau sekitar 1500 tahun. Wa Allahu a'lam. Namun, di sisi lain saya juga percaya bahwa sebelum Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias datang, maka zaman akan berubah. Artinya, zaman ketika sang Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias datang, yang menurut perkiraan saya tidak akan lebih dari 50 tahun lagi dari sekarang, keadaannya akan sangat berbeda dengan zaman saat ini (2023). Saya menduga bahwa ketika Imam Mahdi dan/atau sang Mesias datang maka pada

Pascal's Wager atau Pertaruhan Pascal

Pada abad ke-17 Masehi, Blaise Pascal merumuskan teorinya yang kelak di kemudian hari dikenal dengan nama Pascal's Wager atau Taruhan Pascal. Intinya kurang lebih semua orang harus bertaruh, apakah Tuhan itu ada atau Tuhan itu tidak ada (atheist). Menurut Pascal, akan jauh lebih aman bagi manusia jika kita bertaruh bahwa Tuhan itu ada. Karena kalau kita bertaruh bahwa Tuhan itu ada dan ternyata Tuhan itu benar-benar ada, maka kita akan selamat. Sebaliknya bagi orang yang bertaruh bahwa Tuhan itu tidak ada namun ternyata Tuhan itu ada, maka celakalah si petaruh ini. Demikian juga jika skenarionya dibalik. Misalkan kita bertaruh bahwa Tuhan itu ada namun ternyata Tuhan itu tidak ada, maka kita tidak rugi-rugi amat. Paling-paling kerugian kita hanyalah bahwa kita kehilangan kesempatan untuk hidup bermewah-mewah di dunia ini atau hedonisme. Begitu juga bagi orang yang bertaruh bahwa Tuhan itu tidak ada dan ternyata Tuhan itu memang tidak ada, maka tidak ada keuntungan berarti bagi para