Langsung ke konten utama

Belajar dari Krisis di Venezuela


Pada saat ini negeri Venezuela yang terletak di benua Amerika Selatan, tengah mengalami krisis yang berkepanjangan. Krisis ini awalnya disebabkan oleh inflasi yang gila2an (hyperinflasi) yang terjadi pada awal/pertengahan tahun 2018 yang menyebabkan mata uang Venezuela yakni Bolivar nilainya merosot drastis. Sebagai gambaran, kalau biasanya untuk membeli sekotak tissue mereka cukup membayar dengan selembar uang Bolivar, namun setelah krisis, kini mereka harus membayarnya dengan beberapa bundle kertas, yang kalau dihitung-hitung mungkin jumlah lembaran uang kertas yang harus dibayarkan lebih banyak daripada jumlah lembaran tissue yang akan didapatkan.


Sumber gambar:  https://www.news.au.com

Namun sampai dengan bulan Maret tahun 2019 ini krisis tersebut belum berhasil diselesaikan oleh pemerintah setempat, kalau tidak mau dibilang bahkan krisis tersebut menjadi bertambah parah. Baru-baru ini Venezuela mengalami pemadaman listrik selama hampir seminggu yang menyebabkan keadaan penduduk Venezuela semakin sengsara. Penjarahan toko nampaknya sudah menjadi pemandangan sehari-hari di Venezuela.

Bersyukurlah kita yang tidak mengalami krisis seperti halnya di Venezuela. Sehubungan dengan krisis Venezuela tersebut, terdapat beberapa pelajaran yang bisa kita petik, dan kita persiapkan/antisipasi apabila seandainya krisis tersebut terjadi di negara kita.

Pertama, ketika krisis terjadi, maka biasanya yang akan menjadi masalah adalah soal makanan dan minuman. Bagi orang dewasa mungkin masih bisa menahan lapar, sebagaimana pengakuan salah seorang warga Venezuela, tapi bagaimana dengan anak-anak mereka? Orang tua mana yang tega melihat anak-anaknya menangis karena kelaparan? Dalam situasi tersebut, sangat mungkin banyak orang tua yang sebenarnya merupakan orang baik-baik, namun rela berdosa dan melakukan penjarahan pada toko-toko makanan dsb. Oleh karena itu, ada baiknya jika setiap keluarga seyogyanya memiliki persediaan makanan yang cukup, terutama bahan makanan atau makanan kering yang memiliki masa kadaluarsa yang cukup lama, contohnya seperti MRE (Meals Ready to Eat).

Kedua, menurut berita dari Venezuela, dilaporkan bahwa sejumlah toko hanya mau menerima pembayaran dengan mata uang US Dollar, dan toko-toko tersebut menolak mata uang Bolivar yang merupakan mata uang resmi di Venezuela. Hal ini membuktikan bahwa ketika krisis terjadi, maka uang kertas alias fiat money akan menjadi tidak berharga nilainya. Oleh karena itu, sebagai antisipasi, saya menyarankan agar kita memiliki “mata uang” lain selain mata uang negara kita sendiri. Saya tidak mengatakan bahwa sebaiknya kita menyimpan mata uang USD (kertas), namun yang saya maksudkan sebagai “mata uang lain” adalah mata uang yang telah berlaku selama berabad-abad, bahkan hingga bermilenium-milenium lamanya. Yang saya maksud adalah mata uang abadi, yakni emas dan perak. Sejarah membuktikan bahwa baik emas maupun perak telah memainkan peranan penting dalam perdagangan sejak beberapa abad sebelum masehi. Sejak beberapa abad sebelum masehi hingga abad ke 19 dan pertengahan abad ke-20, emas dan perak memegang peranan penting dalam perekonomian manusia. Emas dan perak kehilangan pengaruhnya hanya baru-baru ini saja, tepatnya sejak beberapa dekade yang lalu, khususnya ketika Amerika Serikat tidak lagi menjamin US Dollar dengan standar emas, atau dengan kata lain Amerika Serikat menarik diri dari kesepakatan Bretton Woods.
Oleh karena itu, sebagai langkah antisipasi untuk menanggulangi jika sandainya krisis mata uang sebagaimana terjadi di Venezuela terjadi juga di negara kita, saya menyarankan agar kita semua mempersiapkan diri dengan “mata uang abadi”, yakni emas dan perak. Saat ini, banyak sekali pilihan bagi kita untuk berinvestasi dalam bentuk emas dan perak, akan tetapi saya tidak menyarankan anda untuk berinvestasi emas dalam bentuk virtual, melainkan saya sarankan agar anda berinvestasi emas dan/atau perak dalam bentuk fisiknya. Pilihan yang tersedia sangat beragam. Misalnya untuk perak, tersedia koin perak dalam bentuk dirham seberat 3 gram yang harganya sekitar 70 ribu ~ 130 ribu, koin 5 dirham seberat 14,8 gram, kemudian ada koin perak internasional dengan berat standar 1 oz(31,1 gram) seharga Rp 330.000~400.000, dan juga tersedia pula ukuran ½ oz, ¼ oz dan sebagainya dengan harga yang bervariasi. Belum termasuk perak batangan yang juga tersedia dalam berbagai ukuran dengan harga yang beragam. Kemudian untuk emas pun juga terdapat banyak pilihan seperti emas batangan, koin dinar, koin emas internasional, dan lain sebagainya dengan pilihan berat yang sangat beragam seperti 0,5 gram, 1 gram, 2 gram, dlsb. Saya percaya bahwa jika krisis terjadi, maka emas dan perak akan tetap memiliki nilai tinggi di mata umat manusia, sehingga emas dan perak akan menjadi alat tukar terbaik yang ada.
Saya menyarankan agar kita mempersiapkan “mata uang abadi” yang nilainya dapat digunakan untuk membeli makanan atau kebutuhan sehari-hari. Untuk emas misalnya, saya tidak menyarankan anda untuk menumpuk emas dalam bentuk emas batangan berukuran besar seperti 100 gram atau 50 gram, tapi saya lebih menyukai emas dalam ukuran kecil, misalnya 2 gram, 1 gram, 0,5 gram bahkan kalau perlu seukuran 0,2 gram. Sedangkan untuk perak, ada baiknya kita juga menyiapkannya dalam berbagai ukuran, misalnya 1 oz, ½ oz, ¼ oz, 10 dirham, 5 dirham, 2 dirham serta 1 dirham. Just in case, jika seandainya kita membutuhkan perak dalam ukuran tertentu saja, bukan dalam ukuran yang lain.
Sebagai  bahan referensi, berikut saya tampilkan harga emas dan perak per hari ini, tanggal 14 Maret 2019:

Sumber:  https://www.kitco.com/gold-price-today-usa/ per tanggal 14 Maret 2019 sekitar pukul 16:00 WIB
Sebagai perbandingan, berikut ini adalah harga sejumlah makanan cepat saji yang saya ambil datanya dari situs https://www.fastfoodmenuprices.com pada tanggal yang sama:
McDonalds: Big Mac – Meals                   $  5.99
Arby’s Classic Roast Beef Meal                $  5.69
Burger King Double Whopper Meal         $  7.59
Subway Club Footlong                              $  7.75
Dunkin Donuts  ½ Dozen                          $  5.79
Dunkin Donuts  Dozen                              $  9.99
Pizza Hut   Supreme Large                        $ 14.99
Starbucks Caffe Latte Grande                    $  3.65
Starbucks Mocha Frappucino Venti           $  4.95

Nah, jika kita membandingkan harga emas di pasaran luar negeri dengan harga makanan fast food yang biasa dijual di luar negeri, maka kita akan mendapatkan bahwa rata-rata harga makanan siap saji di sana berkisar antara $5 (Burger McDonalds) hingga $15 (Pizza Hut). Kalau kita konversi ke nilai emas yang harganya sekitar USD 1300 per troy ounce atau sekitar $41.8 per gram maka nilai emas yang setara untuk membeli makanan tersebut adalah sekitar  0,1 gram hingga 0.4 atau 0.5 gram. Karena alasan inilah maka saya menyukai untuk mengumpulkan emas dalam ukuran kecil seperti 0,2 gram, 0,4 gram, 0,5 gram atau 1 dan/atau 2 gram.
Bagaimana halnya dengan perak? Berdasarkan data pada laman di tersebut di atas, harga perak berada di kisaran USD 15 per oz atau sekitar $ 0.48 per gram. Untuk membeli makanan-makanan cepat saji di atas, maka nilai perak yang kita butuhkan adalah koin  perak dengan ukuran berkisar antara ¼ oz, ½ oz, hingga 1 oz (ukuran standar).

Bagaimana dengan harga di Indonesia? Dari situs IndoGold per tanggal 14 Maret 2019, harga emas sekitar Rp 600.000,- per gram sedangkan harga perak sekitar Rp 8.000,- jika kita ingin menjual perak dan sekitar Rp 13.000,- jika ingin membeli perak.



Berapa rata-rata harga makanan di Indonesia, tentunya sangat bervariasi. Misalnya di tempat saya, harga sepiring lontong sayur dengan telur adalah Rp 10.000,- dan harga seporsi lontong tunjang sekitar Rp 20.000,-. Sedangkan jika saya makan bersama keluarga saya (total terdiri dari 3 orang) di rumah makan atau di restoran, biasanya kami menghabiskan dana mulai dari Rp 100.000,- hingga Rp 250.000,-


Dengan kisaran harga yang sangat bervariasi tersebut, tentunya ukuran logam mulia yang dibutuhkan juga sangat bervariasi. Saya misalnya, tidak mungkin membayar dengan emas jika saya memakan lontong sayur atau lontong tunjang sendirian, karena emas ukuran terkecil (Emas Mini) yang ada di pasaran adalah 0,1 gram atau kalau dirupiahkan maka harga setidaknya Rp 60.000,- Dengan demikian, jika saya hanya ingin makan lontong sayur atau lontong tunjang, maka saya hanya bisa membayar dengan perak. Namun masalahnya, perak terkecil yang umumnya ada di pasaran adalah perak ukuran 1 dirham yang beratnya sekitar 3 gram, yang jika kita konversi nilainya sesuai dengan harga hari ini maka perak 1 dirham tsb setara nilainya dengan 24.000 hingga 33.000 rupiah.
Sedangkan untuk makan di rumah makan atau di restoran, maka satuan yang dianjurkan untuk disiapkan antara lain emas dengan berat 0,2 gram atau 0,4 gram, atau jika kita menggunakan perak maka kita membutuhkan denominasi 1 dirham dan/atau 5 dirham; atau ¼ oz, ½ oz, dan/atau 1 oz.


Just my 2 cents

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gospel for the Gentiles

Dalam posting sebelumnya saya menyimpulkan bahwa Kitab Injil atau the Gospel sedianya ditujukan hanya untuk bangsa Yahudi saja. Bahkan, Injil yang asli kemungkinan ditulis dalam bahasa Ibrani, atau kalau menurut istilah Jerome disebut sebagai matthaei authenticum . Namun, karena sebagian besar bangsa Yahudi pada era Nabi Yesus menolak Yesus, maka kemudian kitab injil dialihkan kepada bangsa lain (bangsa gentiles ), dan kemudian Injil ditulis dalam bahasa gentiles , yakni bahasa Koine Greek. Lalu, karena Kitab Injil sudah diwariskan kepada bangsa gentiles, apakah berarti seluruh isi dari Kitab Injil itu harus juga dilaksanakan oleh pengikut Injil non-Yahudi alias pengikut Injil yang berasal dari bangsa gentiles ? Menurut saya tidak. Sebagian isi dari Kitab Injil tidak applicable bagi bangsa gentiles , contohnya seperti "You are the light of the World", tidak tepat kalau kata-kata ini ditujukan kepada bangsa gentiles. Atau contoh lainnya, "Jika kamu hanya memberi salam

Mengantisipasi Perubahan Zaman

Saya percaya bahwa suatu saat nanti Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias akan muncul ke bumi. Bahkan, saya pribadi percaya,  imho , bahwa Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias akan datang pada abad ini, yakni abad ke-21 Masehi (sebelum tahun 2099 M) dan abad ke-15 Hijriah (sebelum tahun 1499 H). (Btw, tulisan ini saya buat pada tanggal 29 Juni 2023 atau 10/11 Zulhijjah 1444 H). Dalilnya antara lain dari buku  Umur Umat Islam  yang pernah beredar sekitar 20 tahun yang lalu, yang kurang lebih memperkirakan bahwa umur umat Islam itu hanya satu setengah hari saja atau sekitar 1500 tahun. Wa Allahu a'lam. Namun, di sisi lain saya juga percaya bahwa sebelum Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias datang, maka zaman akan berubah. Artinya, zaman ketika sang Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias datang, yang menurut perkiraan saya tidak akan lebih dari 50 tahun lagi dari sekarang, keadaannya akan sangat berbeda dengan zaman saat ini (2023). Saya menduga bahwa ketika Imam Mahdi dan/atau sang Mesias datang maka pada

Pascal's Wager atau Pertaruhan Pascal

Pada abad ke-17 Masehi, Blaise Pascal merumuskan teorinya yang kelak di kemudian hari dikenal dengan nama Pascal's Wager atau Taruhan Pascal. Intinya kurang lebih semua orang harus bertaruh, apakah Tuhan itu ada atau Tuhan itu tidak ada (atheist). Menurut Pascal, akan jauh lebih aman bagi manusia jika kita bertaruh bahwa Tuhan itu ada. Karena kalau kita bertaruh bahwa Tuhan itu ada dan ternyata Tuhan itu benar-benar ada, maka kita akan selamat. Sebaliknya bagi orang yang bertaruh bahwa Tuhan itu tidak ada namun ternyata Tuhan itu ada, maka celakalah si petaruh ini. Demikian juga jika skenarionya dibalik. Misalkan kita bertaruh bahwa Tuhan itu ada namun ternyata Tuhan itu tidak ada, maka kita tidak rugi-rugi amat. Paling-paling kerugian kita hanyalah bahwa kita kehilangan kesempatan untuk hidup bermewah-mewah di dunia ini atau hedonisme. Begitu juga bagi orang yang bertaruh bahwa Tuhan itu tidak ada dan ternyata Tuhan itu memang tidak ada, maka tidak ada keuntungan berarti bagi para