Langsung ke konten utama

Beriman kepada Kitab Sebelum Al Quran

"Hai orang-orang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasulnya dan kepada Kitab yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya dan kepada Kitab yang diturunkan sebelumnya...." QS 4:136

Kira-kira setahun yang lalu, saya sempat dibikin bingung oleh ayat ini. Yang membuat saya bingung adalah karena kita orang beriman diperintahkan untuk beriman kepada Kitab yang diturunkan Allah sebelum Al Quran. Permasalahannya adalah karena kata "Kitab" dalam frase "kitab sebelum Al Quran" adalah dalam bentuk tunggal (singular), padahal kita mengenal beberapa Kitab sebelum Al Quran  yaitu (kitab) Taurat, Injil, Zabur, dan kitab-kitab yang diturunkan kepada nabi-nabi yang tidak disebutkan nama kitabnya di dalam Al Quran. Nah, jika kata "Kitab" dalam "Kitab sebelum Al Quran" berbentuk tunggal, maka akan timbul pertanyaan, kitab apakah gerangan yang dimaksud dalam ayat di atas. Apa iya kita diperintahkan untuk beriman kepada kitab Injil saja, misalnya, tetapi tidak perlu beriman kepada Taurat dan Zabur; atau sebaliknya. Jika demikian, saya merasa bahwa umat ini akan menjadi seperti orang-orang yang membagi Kitab Allah sebagaimana disitir di dalam ayat QS 15:90-91.

Dugaan terbaik saya pada saat itu adalah bahwa yang dimaksud dengan "Kitab yang diturunkan sebelum Al Quran" adalah kitab yang diturunkan kepada nabi Musa atau yang selanjutnya akan saya sebut sebagai "Kitab Musa". Dalilnya antara lain adalah QS 11:17 dan QS 46:12.

Namun, saya berkeyakinan bahwa "Kitab Musa" di sini tidaklah sama dengan Taurat. Karena saya menyadari bahwa kalau kita meneliti Al Quran, tidak ada satu pun ayatnya yang menyatakan bahwa Allah menurunkan Taurat kepada nabi Musa. Dalam sebagian ayatnya memang dinyatakan bahwa Allah memberikan (sebuah) Kitab kepada Nabi Musa, sedangkan di ayat lain memang dinyatakan bahwa Allah menurunkan Taurat. Namun, tidak sekalipun ayat Al Quran menyatakan bahwa Allah menurunkan Taurat kepada Nabi Musa. (Ini berbeda dengan Injil misalnya di mana memang dinyatakan di dalam Al Quran bahwa Allah memberikan Injil kepada nabi Isa.)
Hal ini membuat saya percaya bahwa Kitab Musa dan Taurat adalah dua hal yang berbeda.

Saya menduga keras bahwa yang dimaksud dengan Kitab Musa adalah Sepuluh Perintah (the Ten Commandments) dan atau ditambah dengan Kitab Perjanjian (the Covenant Code). Pendeknya, saya percaya bahwa yang dimaksud dengan "Kitab Musa" adalah apa yang tertulis di dalam Kitab Keluaran (Exodus) Pasal 20 sampai dengan Pasal 23.

Namun kemudian saya menyadari bahwa terkadang bentuk tunggal dan bentuk jamak di dalam beberapa ayat Al Quran tidak selalu bersifat mutlak. Saya teringat uraian Bapak Quraish Shihab dalam buku beliau Mukjizat Al Quran di mana menurut beliau kata "anak / thifl" antara lain di dalam ayat QS 24:31 berbentuk tunggal padahal maksudnya adalah jamak. Hal ini disebabkan karena sifat "anak" dimana-mana adalah sama. Jadi, anak dalam bentuk tunggal di sini untuk menunjukkan kesamaan sifat umum dari seorang anak. Analogi lain adalah ayat kedua dalam surat wal Ashri dimana dinyatakan bahwa manusia (bentuk tunggal) berada dalam kerugian, yaitu untuk menunjukkan manusia pada umumnya.

Penjelasan lain juga terdapat di dalam QS 3:119, "dan kamu beriman kepada Kitab semuanya", dimana di dalam ayat ini kata "Kitab" juga dalam bentuk tunggal. Hal ini akan semakin tampak jika kita memeriksa beberapa terjemahan Al Quran berbahasa Inggris untuk ayat QS 3:119 ini dan juga untuk ayat QS 4:136.
Beberapa terjemahan Al Quran berbahasa Inggris menerjemahkan bil Kitabi kullihi dalam ayat QS 3:119 sebagai the Books atau the Scriptures (plural), sedangkan terjemahan lainnya menerjemahkannya sebagai the Book dalam bentuk tunggal. Hal ini bukan merupakan masalah, apakah kata kitab diterjemahkan sebagai bentuk tunggal maupun bentuk jamak, karena kitab-kitab tersebut, walaupun banyak, namun ia tetap dianggap sebagai satu kesatuan.
Hal senada juga bisa kita lihat dalam terjemahan Al Quran Surah 4:136 menurut Mufti Taqi Usmani dan Dr Mustafa Khattab (the Clear Quran) yang menerjemahkan kata "Kitab" dalam bentuk jamaknya (the Books atau the Scriptures). Begitu juga dengan QS 42:15, dimana kata "Kitab" dalam kalimat "Kami beriman kepada Kitab semuanya" juga dalam bentuk tunggal, walaupun maksudnya adalah jamak.

Dengan demikian, walaupun kata "Kitab" dalam ayat QS 4:136 di atas berbentuk tunggal, namun sesunguhnya ia menunjuk kepada satu paket Kitab Allah yang dianggap sebagai satu kesatuan. Hal ini bisa dibuktikan antara lain di dalam QS 5:66 dan 5:68 bahwa beriman kepada Taurat dan Injil itu pada hakikatnya adalah satu paket yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Seseorang tidak sempurna imannya jika misalnya dia beriman kepada Injil saja akan tetapi ingkar kepada Taurat, sedangkan di dalam Injil sendiri (maupun di dalam Al Quran) dinyatakan bahwa Yesus atau Nabi Isa membenarkan Taurat. "Injil" disebut sebanyak 12 kali di dalam 12 ayat Al Quran yang berbeda, dimana di dalam 10* dari 12 ayat tersebut juga disebutkan "Taurat", semakin membuktikan bahwa terdapat kaitan yang erat antara Injil dan Taurat, sehingga saya berkeyakinan bahwa jika seseorang beriman kepada Injil maka dia harus beriman juga kepada Taurat.
Demikian juga seorang Ahli Kitab tidak akan lengkap imannya jika dia hanya percaya kepada Taurat saja sementara dia ingkar kepada Injil.

Kemudian kalau kita kaji kembali ayat QS 4:136 di atas, kita dapat melihat bahwa kata Rasul pun juga dalam bentuk tunggal. Padahal, salah satu rukun iman kita sebagai orang beriman adalah beriman kepada nabi-nabi dan rasul-rasul (jamak). Jangan sampai umat Islam seperti umat Yahudi terdahulu yang beriman kepada sebagian rasul, tetapi menolak sebagian rasul yang lain sebagaimana disinggung di dalam QS 4:150.  Umat Islam tidak bisa beriman kepada Nabi Muhammad saja tetapi ingkar kepada Nabi Isa atau Nabi Musa, misalnya. "Kami tidak membedakan seorangpun di antara Rasul-rasul-Nya" (QS 2:285).

Kesimpulan
Walaupun kata "kitab" dalam frase "kitab sebelum Al Quran" dalam ayat 4:136 berbentuk tunggal, namun sebenarnya ia merujuk kepada satu paket Kitab yang diturunkan Allah sebelum Al Quran yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada, Taurat dan Injil. Dengan demikian, saya percaya bahwa di dalam ayat 4:136 ini kita diperintahkan untuk beriman kepada Taurat, Injil, dan Quran, atau kitab-kitab yang disebut di dalam QS 9:111.
Namun, perlu saya tambahkan bahwa Taurat di sini tidak identik dengan Pentateuch, sedangkan Injil tidak sama dengan Injil Perjanjian Baru. Saya percaya bahwa yang dimaksud dengan Taurat di dalam Al Quran adalah kitab Taurat yang asli yang kemungkinan serupa dengan Shapira Manuscript, sedangkan Injil yang asli kurang lebih serupa dengan Injil Ibrani atau Q Gospel.

Katakanlah: Kami beriman kepada Allah, dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Abraham, Ismail, Ishak, Yakub dan anaknya, dan kepada apa yang diberikan kepada Musa dan Isa dan kepada apa yang diberikan kepada Nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan satu pun darinya dan kami termasuk orang yang berserah diri. (QS 2:136, 3:84)

Catatan kaki:
*Sepuluh ayat yang dimaksud adalah QS 3:3, 3:48, 3:65, 5:46, 5:66, 5:68, 5:110, 7:157, 9:111, dan 48:29.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gospel for the Gentiles

Dalam posting sebelumnya saya menyimpulkan bahwa Kitab Injil atau the Gospel sedianya ditujukan hanya untuk bangsa Yahudi saja. Bahkan, Injil yang asli kemungkinan ditulis dalam bahasa Ibrani, atau kalau menurut istilah Jerome disebut sebagai matthaei authenticum . Namun, karena sebagian besar bangsa Yahudi pada era Nabi Yesus menolak Yesus, maka kemudian kitab injil dialihkan kepada bangsa lain (bangsa gentiles ), dan kemudian Injil ditulis dalam bahasa gentiles , yakni bahasa Koine Greek. Lalu, karena Kitab Injil sudah diwariskan kepada bangsa gentiles, apakah berarti seluruh isi dari Kitab Injil itu harus juga dilaksanakan oleh pengikut Injil non-Yahudi alias pengikut Injil yang berasal dari bangsa gentiles ? Menurut saya tidak. Sebagian isi dari Kitab Injil tidak applicable bagi bangsa gentiles , contohnya seperti "You are the light of the World", tidak tepat kalau kata-kata ini ditujukan kepada bangsa gentiles. Atau contoh lainnya, "Jika kamu hanya memberi salam

Mengantisipasi Perubahan Zaman

Saya percaya bahwa suatu saat nanti Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias akan muncul ke bumi. Bahkan, saya pribadi percaya,  imho , bahwa Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias akan datang pada abad ini, yakni abad ke-21 Masehi (sebelum tahun 2099 M) dan abad ke-15 Hijriah (sebelum tahun 1499 H). (Btw, tulisan ini saya buat pada tanggal 29 Juni 2023 atau 10/11 Zulhijjah 1444 H). Dalilnya antara lain dari buku  Umur Umat Islam  yang pernah beredar sekitar 20 tahun yang lalu, yang kurang lebih memperkirakan bahwa umur umat Islam itu hanya satu setengah hari saja atau sekitar 1500 tahun. Wa Allahu a'lam. Namun, di sisi lain saya juga percaya bahwa sebelum Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias datang, maka zaman akan berubah. Artinya, zaman ketika sang Imam Mahdi dan/atau Sang Mesias datang, yang menurut perkiraan saya tidak akan lebih dari 50 tahun lagi dari sekarang, keadaannya akan sangat berbeda dengan zaman saat ini (2023). Saya menduga bahwa ketika Imam Mahdi dan/atau sang Mesias datang maka pada

Pascal's Wager atau Pertaruhan Pascal

Pada abad ke-17 Masehi, Blaise Pascal merumuskan teorinya yang kelak di kemudian hari dikenal dengan nama Pascal's Wager atau Taruhan Pascal. Intinya kurang lebih semua orang harus bertaruh, apakah Tuhan itu ada atau Tuhan itu tidak ada (atheist). Menurut Pascal, akan jauh lebih aman bagi manusia jika kita bertaruh bahwa Tuhan itu ada. Karena kalau kita bertaruh bahwa Tuhan itu ada dan ternyata Tuhan itu benar-benar ada, maka kita akan selamat. Sebaliknya bagi orang yang bertaruh bahwa Tuhan itu tidak ada namun ternyata Tuhan itu ada, maka celakalah si petaruh ini. Demikian juga jika skenarionya dibalik. Misalkan kita bertaruh bahwa Tuhan itu ada namun ternyata Tuhan itu tidak ada, maka kita tidak rugi-rugi amat. Paling-paling kerugian kita hanyalah bahwa kita kehilangan kesempatan untuk hidup bermewah-mewah di dunia ini atau hedonisme. Begitu juga bagi orang yang bertaruh bahwa Tuhan itu tidak ada dan ternyata Tuhan itu memang tidak ada, maka tidak ada keuntungan berarti bagi para